Medang Kamulan by Noor Nadila Fitryadi
Konsep Berpikir Diakronik
Kerajaan Medang Kamulan
A. Latar Belakang Munculnya Kerajaan Medang Kamulan
Di ketahui bahwasannya Kerajaan Medang atau Kerajaan Bercorak Hindu ini merupakan kerajaan yang berdiri setelah kerajaan Mataram Kuno runtuh pada awal abad ke-8. Sebutan Medang ini sebenarnya hanyalah nama lain dari Mataram, sedangkan Kamulan sendiri merupakan perubahan dari suku kata "kamulyaan" atau "kemuliaan".
Medang Kamulan sendiri didirikan oleh sosok bangsawan yang bernama Mpu Sindok dari Dinasti Isyana, jabatan Mpu Sindok cukup penting karena mempunyai posisi tertinggi, yang bergelar sebagai Rakryan Mapatih Hino atau Rakryan Mahamantri I Hino. Posisi tersebut merupakan posisi tingkat tertinggi yang hanya dapat dimiliki oleh inti keluarga raja.
B. Letak Kerajaan Medang Kamulan
Seperti disebutkan sebelumnya Kerajaan Medang Kamulan merupakan lanjutan dari kerajaan mataram kuno yang berada di Jawa Tengah. Kemudian mataram kuno mengalami perpindahan pusat pemerintahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur yang menghasilkan kerajaan baru bernama Medang Kamulan. Perpindahan yang dilakukan oleh Mpu Sindok ini disebabkan oleh adanya bencana alam letusan gunung merapi yang menghancurkan pusat kerajaan di Jawa tengah dan faktor lainnya adalah adanya konflik perebutan takhta di dalam istana, adanya konflik ini ditunjukan dalam prasasti Wanua Tengah III. Letak kerajaan medang kamulan berada di sekitar muara sungai brantaas dengan ibu kota di wutan mas. Wilayah kerajaan medang kamulan meliputi wilayah nganjuk di sebelah barat, pasuruan di sebelah timur, surabaya di sebelah utara, dan malang di sebelah selatan.
C. Kehidupan Rakyat Kerajaan Medang Kamulan
Rakyat dalam kerajaan Medang Kamulan sendiri tersusun dalam sebuah hierarki. Saat itu kebudayaan berkembang dengan baik dan pajak-pajak juga dibebaskan untuk dapat
memelihara bangunan suci. Raja-raja yang memerintah kala itu memberikan perhatian bagi kehidupan sosial dan ekonomi rakyat. Seperti misalnya, kebijakan dari Raja Airlangga yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pada era kepemimpinannya, ia memperbaiki pelabuhan Ujung Galuh untuk memajukan perdagangan, kemudian membangun jalan-jalan yang berfungsi sebagai penghubung antara pesisir dengan pusat kerajaan, membangun Waduk Waringin Sapta untuk tujuan irigasi dan pencegahan terhadap banjir, dan yang terakhir dengan memberikan hak-hak istimewa bagi Pelabuhan Kembang Putih, Tuban.
Kegiatan ekonomi Rakyat Medang Kamulan sendiri berfokus pada perdagangan dan pelayaran. Contoh barang yang diperjual-belikan itu seperti porselen, beras, daging, dan kayu.
Medang Kamulan memiliki empat aspek kehidupan pada masyarakatnya empat aspek tersebut yakni, Aspek Ekonomi, Aspek Politik, Aspek Agama, dan Aspek Sosial.
1. Aspek Ekonomi
Kondisi ekonomi yang dimiliki oleh kerajaan medang kamulan dapat dikatakan berjalan dengan sangat baik terutama pada bidang perdagangan. Tak hanya itu kerajaan medang kamulan juga memiliki hasil laut yang melimpah. Sehingga para masyarakatnya sangat makmur.
Karena bidang perdagangannya semakin dikenal oleh banyak orang, hal ini pun menyebabkan adanya rasa iri pada kerajaan Sriwijaya, sehingga kerajaan Sriwijaya berusaha menyaingi kerajaan Medang Kamulan dan muncullah peperangan yang terjadi. pada akhirnya peperangan dimenangkan oleh kerajaan Sriwijaya yang mengakibatkan kondisi perekonomian di wilayah Medang semakin merosot dan jatuh.
2. Aspek Politik Medang kamulan adalah kerajaan dengan kondisi politik yang memiliki prinsip meneruskan takhta dari raja-raja berdasarkan garis keturunannya. Itu sebabnya kerajaan ini mempunyai lima orang raja yang salah satunya merupakan seorang wanita.
Walaupun hanya memiliki lima orang raja, kerajaan Medang Kamulan dapat dikatakan sebagai kerajaan yang sangat maju dan berkuasa dengan cukup lama serta memiliki kekuasaan yang cukup luas.
3. Aspek Agama
Kerajaan Medang Kamulan merupakan kerajaan yang bercorak Hindu, hal ini disebabkan karena sistem kepercayaan yang ada masyarakat berasal dari Mpu Sindok yang merupakan penganut agama Hindu Siwa.
Namun ada beberapa informasi berdasarkan peninggalan prasasti dari kerajaan Medang Kamulan, prasasti tersebut menyatakan bahwa Raja Airlangga merupakan penganut agama Hindu waisnawa atau wisnu. Hal ini juga diperkuat dengan adanya arca Wisnu menaiki Garuda. Sehingga jika pernyataan tersebut memang benar, maka dapat dikatakan bahwa kerajaan Medang Kamulan pada awalnya menganut agama Hindu Siwa yang kemudian berubah menjadi Hindu waisnawa.
4. Aspek Sosial
Mpu Sindok yang merupakan pendiri kerajaan Medang Kamulan juga dikenal sebagai seorang sastrawan karena Mpu Sindok sudah banyak menulis dan juga menyusun kitab suci dari agama Buddha walaupun beliau merupakan pemeluk agama Hindu. Hal ini juga dapat dijadikan sebuah bukti bahwa Mpuk Sindok adalah orang yang peduli akan budaya.
Berbeda dengan raja Airlangga, beliau merupakan sosok raja yang bijaksana dan selalu berusaha untuk memperjuangkan nasib rakyatnya. Seperti misalnya raja Airlangga yang memberikan kedudukan (posisi) kepada setiap orang yang berjasa terhadap kerajaan. Selama masa pemerintahannya pun, karya-karya sastra berkembang di antaranya kitab Arjunawiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa pada 1035M. Alasan mengapa Mpu Kanwa menulis kisah tentang Arjunawiwaha ini dikarenakan melihat kepribadian dari raja Airlangga yang memiliki kepedulian tinggi terhadap masyarkat dan juga para sastrawan.
Medang kamulan adalah kerajaan dengan kondisi politik yang memiliki prinsip meneruskan takhta dari raja-raja berdasarkan garis keturunannya. Itu sebabnya kerajaan ini mempunyai lima orang raja yang salah satunya merupakan seorang wanita.
Kerajaan Medang Kamulan merupakan kerajaan yang bercorak Hindu, hal ini disebabkan karena sistem kepercayaan yang ada masyarakat berasal dari Mpu Sindok yang merupakan penganut agama Hindu Siwa.
Mpu Sindok yang merupakan pendiri kerajaan Medang Kamulan juga dikenal sebagai seorang sastrawan karena Mpu Sindok sudah banyak menulis dan juga menyusun kitab suci dari agama Buddha walaupun beliau merupakan pemeluk agama Hindu. Hal ini juga dapat dijadikan sebuah bukti bahwa Mpuk Sindok adalah orang yang peduli akan budaya.
Berbeda dengan raja Airlangga, beliau merupakan sosok raja yang bijaksana dan selalu berusaha untuk memperjuangkan nasib rakyatnya. Seperti misalnya raja Airlangga yang memberikan kedudukan (posisi) kepada setiap orang yang berjasa terhadap kerajaan. Selama masa pemerintahannya pun, karya-karya sastra berkembang di antaranya kitab Arjunawiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa pada 1035M. Alasan mengapa Mpu Kanwa menulis kisah tentang Arjunawiwaha ini dikarenakan melihat kepribadian dari raja Airlangga yang memiliki kepedulian tinggi terhadap masyarkat dan juga para sastrawan.
D. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Medang Kamulan
1. Mpu Sindok
Mpu Sindok merupakan raja pertama yang memerintah kerajaan Medang Kamulan. Mpu Sindok memerintah kerajaan kurang lebih selama 20 tahun atau lebih tepatnya pada 929M hingga 949M dengan dibantu oleh permaisurinya Sri Wardhani Pu Kbi. Pada saat masa pemerintahannya, Mpu Sindok mempunyai gelar sebagai Sri Maharaja raka I Hino Sri Isyana Wikrama Dharmatunggadewa.
Saat masa pemerintahan Mpu Sindok sangat bijaksana, meskipun ia menganut Hindu aliran Siwa ia tetap menaruh toleransi yang besar kepada agama lain, dan berbagai usaha dilakukan untuk memakmurkan rakyatnya, seperti misalnya membangun bendungan atau waduk untuk pengairan dan juga Mpu Sindok melarang semua rakyatnya untuk menangkap ikan di bendungan tersebut guna bertujuan untuk melestarikan sumber daya alam.
2. Sri Isyana Tunggawijaya
Sri Isyana Tunggawijaya merupakan raja perempuan kerajaan medang yang memerintah sejak tahun 947 ia memerintah berdampingan dengan suaminya Sri Lokapala yang merupakan seorang bangsawan dari pulau bali. Tidak banyak yang diketahui tentang masa pemerintahannya.
Tidak diketahui dengan pasti kapan masa pemerintahan Sri Isyana Tunggawijaya dan suaminya Sri Lokapala berakhir. Setelah masa jabatan kedua berakhir, yang menjadi raja selanjutnya adalah anak mereka yang bernama Sri Makuthawangsawhardana.
3. Sri Makuthawangsawhardana
Sri Makuthawangsawhardana merupakan raja kerajaan medang yang memerintah sebelum tahun 990-an. Jalannya masa pemerintahan Makuthawangsawhardana tidak diketahui dengan pasti. Namanya ditemukan di prasasti Pucangan sebagai kakek dari Airlangga.
Dalam prasasti Pucangan disebutkan bahwa Makuthawangsawhardana memiliki putri yang bernama Mahendradatta, yang merupakan ibu dari Airlangga. Dalam prasasti disebut pula adanya nama seorang raja bernama Dharmawangsa, namun bagaimana hubungannya dengan Makuthawangsawhardana tidak dijelaskan.
Menurut teori yang berkembang, Makuthawangsawhardana memerintah hingga tahun 991, yang kemudian berevolusi oleh anak-anak yang bernama Dharmawangsa. Sedangkan putrinya Mahendradatta menikah dengan raja bali bernama Udayana dan kemudian melahirkan Airlangga.
4. Dharmawangsa Teguh
Dharmawangsa Teguh merupakan raja dari kerajaan medang yang bergelar nama Abhiseka Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa. Raja Dharmawangsa Teguh memerintah sejak tahun 991-1007 atau 1016.
Raja Dharmawangsa adalah salah satu raja yang membuat kerajaan Medang Kamulan mencapai puncak kejayaan. Di bawah kepemimpinannya, ia berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Usaha yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan kualitas dalam sistem pertanian dan perdagangan. Akan tetapi usahanya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dalam bidang perrtanian mengalami kesulitan. hal disebabkan karena perdagangan di kawasan perairan laut jawa dan sumatera masih dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya.
Dalam usaha untuk mengalahkan Kerajaan Sriwijaya, sekitar pada tahun 1003 M, Medang Kamulan mengirimkan tentaranya untuk merebut pusat perdagangan di Selat Malaka dari kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Tetapi serangan yang di lakukan ini justru tidak mendapatkan hasil, Bahkan Kerajaan Sriwijaya melakukan serangan balasan melalui serangan Kerajaan Wura-Wuri (Sekutu Sriwijaya). Akibat dari serangan tersebut, Medang Kamulan mengalami kehancuran, penyerangan ini juga mengakibatkan terbunuhnya Raja Dharmawangsa sehingga peristiwa ini disebut dengan peristiwa Mahapralaya.
5. Airlangga
Airlangga yang merupakan menantu dari Raja Dharmawangsa, sempat melarikan diri ketika medang kamulan diserang oleh kerajaan Wurawari. Airlangga bersembunyi dihutan selama peperangan terjadi hingga akhirnya ia dinobatkan sebagai raja oleh para pendeta pada tahun 1019M dan diberi gelar sebagai Sri Maharaja Rake Halu Sri Lakeswara Dharmawangsa Airlangga Teguh Ananta Wikramatunggadewa. Pada masa pemerintahan Airlangga banyak agama yang berkembang pada masa itu, seperti agama Hindu aliran Siwa dan Buddha, Namun Airlangga menolerir eksistensi semua agama itu. Airlangga sendiri menganut agama Hindu beraliran Wisnu.
Raja Airlangga membangun pusat kerajaan di Kahuripan, Sidoarjo (kemudian dipindahkan lagi ke Daha, Kediri). Namun, wilayah kekuasaannya tidak seluas saat mertuanya berkuasa karena sebagian tidak mau tunduk lagi ke Airlangga, dengan demikian sejak tahun 1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring melemahnya kerajaan Sriwijaya. Masa pemerintahan raja Airlangga diperkirakan dari tahun 1019-1042M.
Langkah pertama yang dilakukan Airlangga adalah dengan menyusun kekuatan untuk menegakkan kembali kekuasaan Wangsa Isyana atas Pulau Jawa. Hal ini akhirnya terwujud pada tahun 1037M sehingga semua wilayah kerajaan Medang tunduk kepada Airlangaa.
Sebelum mengundurkan diri sebagai raja, Airlangga membagi dua kerajaannya kepada kedua putranya, yaitu Kerajaan Jenggala kepada Mapanji Garasakan dengan ibu kota Kahuripan, dan kerajaan Panjalu atau Kediri kepada Sri Samarawijaya dengan ibu kota Daha. Tindakan tersebut dilakukan untuk menghindari pertumpahan darah yang dikarenakan oleh perebutakan takhta. Ia sendiri kemudian menjadi petapa dan mangkat pada 1049M. Di pemakamannya di Candi Belahan, ia digambarkan sebagai Dewa Wisnu yang sedang mengendarai burung Garuda.
E. Sumber-sumber sejarah Kerajaan Medang Kamulan
Sumber sejarah kerajaan Medang Kamulan terbagi menjadi dua yaitu sumber tertulis yakni prasasti dan sumber bangunan yakni candi-candi sebagai berikut.
A. Sumber tertulis:
1. Prasasti Mpuk Sindok
Lokasi ditemukannya prasasti ini adalah di Jombang, Jawa Timur sekitar tahun 804M. Didalam prasasti tersebut menjelaskan tentang kehidupan politik Medang Kamulan semasa dipimpin oleh Mpuk Sindok dan Sri Wardhani Pu Kbi.
2. Prasasti Tengaran
Prasasti yang dibuat sekitar tahun 933M ini berisi menceritakan Mpuk Sindok yang memerintah bersama istrinya Sri Wardhani Pu Kbi.
3. Prasasti Lor
Prasasti yang dibuat pada kisaran tahun 939M ini berisikan cerita tentang perintah untuk membuat candi yang bernama Jayamrata dan Jayastambo yang terletak didesa Antik Lodang untuk memperingati kemenangan dari Mpuk Sindok.
4. Prasasti Bangil
Prasasti Bangil ini merupakan prasasti yang menceritakan tentang pembuatan candi yang digunakan untuk pemakaman ayahanda dari Mpuk Sindok dan sang permaisuri yakni Rakryan Bawang.
5. Prasasti Calcutta
Prasasti yang dibuat pada masa pemerintahan Raja Airlangga ini berisikan tentang silsilah raja-raja hingga keturunan Mpuk Sindokk. Selain itu prasasti ini juga menjelaskan mengenai peristiwa hancurnya istana milik Dharmawangsa. Prasasti ini ditemukan sekitar tahun 1042M
6. Prasasti Anjuk Ladang
Prasasti ini ditemukan di Jawa Timur pada athun 937M berisikan mengenai awal dari kerajaan Medang Kamulan. Berisikan tentang perintah dari Mpu Sindok agar sebidang sawah di Anjuk Ladang ditetapkan sebagai Sima (wilayah bebas pajak) untuk dipersembahkan kepada Bhatara.
B. Sumber Bangunan:
Terdapat beberapa candi yang menjadi peninggalan bersejarah dari kerajaan ini antara lain Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Pawon, Candi mendut, Candi Simbasari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Soijiwan, dan Candi Borobudur.
1. Candi Kalasan
Candi Kalasan atau Candi Kalibening merupakan candi yang dikatergorikan sebagai candi untuk umat Buddha di desan Kalasan, Kabupaten Sleman, Provinnsi Yogyakarta. Candi ini memiliki 52 stupa dan berjarak sekitar 2km dengan Candi Prambanan.
2. Candi Plaosan
Candi Plaosan merupakan sebutan untuk kompleks percandian yang terletak di Dukuh Plaosan, Desa BUgisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Adanya kemuncak stupa, arca Buddha serta candi-candi perwara yang berbentuk stupa menjadi tanda bahwa candi-candi tersebut adalah candi Buddha.
3. Candi Prambanan
Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang diperkirakan dibangun pada abad ke-9M. Candi ini dipersambahkan untuk sang Trimurti, tiga dwa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Di dalam candi ini pada ruang utamanya terdapat arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menunjukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lah yang utama.
4. Candi Sewu
Candi Sewu atau Manjusrighra merupakan candi bercorak Buddha yang dibangun pada abad ke-8. Candi Sewu merupakan candi terbesar kedua setelah Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu memiliki usia lebih tua daripada candi Borobudur dan candi Prambanan. meskipun ia hanya memiliki 248 candi, namun oleh masyarakat setempat candi ini dinamakan "Sewu" yang berarti seribu dalam bahasa Jawa.
5. Candi Mendut
Candi Mendut adalah salah satu candi yang memiliki corak Buddha, candi ini terletak di M
agelang, Jawa Tengah.
agelang, Jawa Tengah.
6. Candi Pawon
Candi Pawon merupakan sebuah candi bercorak Buddha yang terletak di kabupaten Magelang.
7. Candi Simbasari
Candi Simbasari merupakan candi bercorak Hindu yang berada di Purwormatani, Yogyakarta. Candi ini dikisarkan dibangun pada abad ke-9.
8. Candi Sari
Candi Sari disebut juga dengan Candi Bendah adalah candi Buddha yang dibangun sekitar abad ke-8 dan ke-9 pada saat zaman mataram kuno dengan bentuk yang indah. Pada bagian atas candi ini terdapat 9 buah stupa yang seperti menampakkan stupa di candi Borobudur dan tersusun dalam 3 deretan sejajar.
9. Candi Kedulan
Candi Kedulan adalah candi Hindu yang berada tidak jauh dari candi Simbasari, yaitu di Dusun Kedulan, Kelurahan Tirtomani, Kecamatan Kalasan, Yogyakarta. Candi ini dikisarkan dibangun pada abad ke-8 dan ke-9 pada saat zaman kerajaan Mataram Kuno. Candi ini ditemukan terletak tiga sampai tujuh meter di bawah permukaan tanah, yang kemungkinan besar dikarenakan oleh timbunan lahar dari gunung merapi yang diduga meletus pada awal abad ke-11, adanya kemungkinan jika kerajaan ini tertimbun lahar dalam beberapa kali letusan karena jika dilihat dari jenis tanah yang berada di sekitar candi terdiri dari 13 lapisan yang berbeda.
10. Candi Morangan
Candi morangan adalah candi Hindu yang berada di dusun Morangan, Kelurahan Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman, Yogyakarta,
11. Candi Ijo
Candi Ijo adalah candi bercorak Hindu yang terletak di sebuah kompleks percandian di Yogyakarta. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-10M sampai dengan abad ke-11M pada zaman kerajaan Medang periode Mataram.
12. Candi Barong
Candi Barong merupan candi dengan corak Hindu yang terletak di Tenggara Kompleks Ratu Boko, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Candi ini dikisarkan dibangun pada abad ke-9 dan ke-10 sebagai peninggalan Medang periode Mataram.
13. Candi Sojiwan
Candi Sajiwon atau Candi Sajiwan merupakan sebuah Candi Buddha yang terletak di desa Kebon Dalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. CIri khas dari candi ini adalah memiliki sekitar 20 relief di kaki candi yang memiliki hubungan dengan cerita-cerita Pancatantra atau Jataka dari India. Dari 20 relief ini, hanya tinggal 19 relief yang sekarang masih ada.
14. Candi Borobudur
Candi Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang berada di Bororbudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an M, pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Borobudur termasuk candi atau kuil Buddha sekaligus menjadi salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
F. Keruntuhan Kerajaan Medang Kamulan
Keruntuhan kerajaan Medang Kamulan ini terjadi ketika berada di bawah kepemimpinan putra kedua dari Airlangga, yakni Raja Wijayawarman yang merupakan putra dari seorang selir. Hal ini dikarenakan putri pertama Airlangga lebih memilih menjadi seorang petapa yang memiliki nama Sanggramawijaya Tunggadewi dan memiliki gelar sebagai Dewi Kili Suci. Karena putrinya memilih untuk menjadi seorang petapa maka Airlangga pun memecah kerajaan Medang Kamulan menjadi dua kekuasaan yakni Jenggala dan Kediri yang kemudian secara otomatis kerajaan medang kamulan sudah tidak ada lagi.
Komentar
Posting Komentar